Thursday, November 15, 2018

Aku dan Setelah Hujan

source : https://engineerwriter.wordpress.com/2013/06/16/hujan-bulan-mei/
Di tempat ini, sepagi ini, selepas hujan reda, aku duduk sendiri dengan secangkir kopi dan beberapa potong kue sisa semalam. Bahkan lampu-lampu masih banyak yang menyala di beberapa rumah di sekitaran tempat ini. Atau barangkali mereka sedang asyik menikmati indahnya mimpi, pikirku.

Tempat ini, tempat dimana aku sengaja menyibukkan diri untuk menyendiri. Menjauh dari kerumunan, menghindar dari banyak pertanyaan yang secara tak sadar akan terasa menyakitkan. Atau tepatnya aku melarikan diri sejenak dari kenyataan yang dapat membuatku selalu menyalahkan keadaan.

Barangkali aku lupa, bunga-bunga yang mekarpun akan layu. Mereka tak selamanya indah dan mempesona, tapi pada akhirnya juga akan tetap mati dan ditinggalkan, bahkan mungkin digantikan.

Aku, bahkan kamu, juga mereka tidaklah sama. Kita akan tetap pada jalan yang berbeda, yang pada awalnya beriringan tapi pada akhirnya akan meninggalkan, melesat pada ketinggian atau tertinggal dalam ketidakpastian.

Aku, bahkan kamu, juga mereka tetaplah berbeda. Meski waktu berputar dalam jumlah yang sama, tapi pada akhirnya semuanya tidaklah menjadi sama, ada yang sudah menemukan, ada yang tetap begitu-begitu saja atau bahkan sedang berusaha dalam masa pencarian.

Barangkali aku lupa, bahwa matahari masih tetap terbit dari timur ke barat, setelah tenggelam pasti akan terbit lagi sampai waktu yang entah sampai kapan. Bahkan jumlah hari dalam seminggu pun tetaplah sama, tidak berkurang atau bertambah.

Sama seperti hidup, setelah lahir pasti akan mati, setelah bangun pasti tidur, ada bahagia ada kecewa, ada suka adapula duka.

Barangkali aku lupa, bahwasanya sebelum Izrail datang, semua hidup masih ada harapan, semua yang tidak mungkin masih ada kemungkinan, semua yang hilang masih bisa tergantikan. 

Sebab aku, kamu, juga mereka tidak akan bisa membaca masa depan. Kita terkadang banyak membuang waktu untuk berandai-andai dengan masa lalu, bahkan sampai lupa untuk  terus melangkah,  juga memantaskan diri agar bisa mendapatkan apa yang sudah kita impikan. 

Sebab aku, kamu, juga mereka tidak akan bisa memprediksi masa depan. 
Semuanya masih bisa berubah, semua pasti akan datang pada masanya. 
Berjuanglah.







Di sebuah kota yang asing, 15 November 2018
(Salah satu prosa dalam buku "Mentarimu Terbit Lagi")

No comments: