Thursday, November 8, 2018

Mentarimu Terbit Lagi

Source by me at Gede Mountain, West Java
Jika engkau perlu menangis, menangislah.
Jika engkau perlu marah, luapkanlah.
Jika engkau perlu teriak, lantangkanlah.
Jika engkau perlu kecewa, salahkanlah.
Salahkan dirimu yang telah menjadikan dirimu seperti ini.

Tidak ada yang salah dengan cara itu.
Sebab manusia nyatanya hanya makhluk yang lemah.
Sebab manusia bukanlah Tuhan, karena Tuhan lah yang menciptakan manusia.
Sebab otak manusia tidak akan mampu menampung semua masalah hidup yang ada.

Jatuh, terpuruk, kehilangan, itu adalah sebuah rasa.
Sebuah rasa yang tidak akan bisa ditahan, dipendam atau bahkan juga disimpan sendiri.

Barangkali engkau butuh media untuk menyalurkannya.
Berdoalah, sebab itu adalah media paling ampuh yang pernah ada.
Sebab semua yang ada di dunia akan pergi dan tidak akan pernah kembali lagi.
Hanya satu-satunya yang pergi dan pasti kembali, itu adalah doa.

Jatuh memang teramat sakit.
Apalagi ketika diatas kemudian terjatuh, itu pasti lebih menyakitkan.
Merasa terpuruk boleh saja, tapi jangan lupa cara untuk berdiri lagi.
Harta, tahta, atau apapun itu boleh saja tiada.
Tapi percayalah, harapan itu masih ada.

Berdoalah.
Mungkin saja, waktu ini adalah waktu terbaik agar engkau mengenal dirimu dengan baik.
Berjuanglah, meski engkau terpincang-pincang.
Berjuang dan bersabarlah,
Mungkin ini adalah pelajaran dan pengajaran agar dirimu menjadi pribadi yang lebih baik.
Percayalah, harapan itu masih ada.
Percayalah, suatu hari nanti mentarimu pasti akan terbit lagi.




Di sebuah kota yang asing, 8 November 2018
(Salah satu prosa dalam sebuah buku "Mentarimu Terbit Lagi")

No comments: