Kali ini saya ingin
memulai berbagi pengetahuan dan pengalaman yang saya dapat selama berprofesi
sebagai seorang "Civil Engineer" dalam beberapa part tulisan.
Ya Civil Engineer atau Insinyur Sipil, suatu profesi pekerjaan
yang berkaitan dengan dunia bangun membangun seperti bangunan
gedung-gedung high rise, rumah, ruko, pabrik, jalan, bendungan,
trotoar, dan lainnya, atau bisa juga warung kopi yang biasa temen-temen ngopi
disana, itu juga sebenarnya dikatakan kontruksi meski cuman tempatnya berbahan
dari bambu/kayu hehehe.
Saya juga memulai
menulis tentang tulisan seperti ini sih sebenarnya selain berniat berbagi
pengetahuan dan pengalaman, tetapi juga sebagai bahan pengingat di suatu hari
nanti, jikalau saya sewaktu-waktu alih profesi alias banting setir meninggalkan
dunia konstruksi hahahaha, tapi ya gak 100% juga, karena sejujurnya
kehidupan kita, disekeliling kita, baik yang memang berprosesi sebagai Insinyur
Sipil atau bukan, pekerjaan kontruksi pasti akan bersinggungan dengan kehidupan
kita baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Contohnya aja ya, temen-temen pasti dari kecil sampai saat ini tinggal dirumah kan, nah rumah kan salah satu jenis konstruksi. Lalu jalan-jalan yang ada di lingkungan temen-temen yang dilalui temen-temen setiap hari, baik itu jalan perkampungan yang terbuat dari paving block, dicor beton, atau diaspal itu juga kan merupakan pekerjaan kontruksi. Atau juga kalau temen-temen sering posting-posting foto di medsos atau setiap berkunjung ke suatu tempat lalu temen-temen berfoto di suatu landmark, nah tempat foto temen-temen itu juga pada umumnya kan pasti dibangun alias dikonstruksi, misal yang baru-baru ini jadi icon bangunan baru di Bali yaitu Patung Garuda Wisnu Kencana yang baru rampung dan diresmikan pertengahan tahun 2018 ini. Dan banyak lainnya yang pasti berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan hidup temen-temen.
Disini, di tulisan
pertama saya akan bercerita tentang mengapa saya memutuskan untuk memilih
menjadi Insinyur Civil bukan menjadi Insinyur Lingkungan, padahal kan dulu
kuliahnya Teknik Sipil dan Lingkungan, sehingga ada kesempatan juga untuk bisa
menjadi seorang Insinyur Lingkungan. Jawabannya sebenarnya gak bisa dijawab,
karena saya juga gak tahu jawabannya kenapa saya tetiba setelah lulus terjun di
bidang Ketekniksipilan. Yang saya bisa jawab ya sepertinya itu sudah jalan
takdir saya dan rezeki saya yang harus bergulat dibidang Teknik Sipil setelah
lulus, saya diarahkan jalannya untuk diterima kerja pertama kali di sebuah
perusahaan kontruksi. Mungkin juga, saya ditakdirkan untuk terjun didunia
konstruksi biar saya tahu bahwa dunia ketekniksipialn itu berkaitan erat dengan
kehidupan manusia secara langsung dan tidak bisa terpisahkan, dan juga
merupakan salah satu faktor utama yang dapat menunjang dalam pembangunan
manusia dan ekonomi berkelanjutan, sehingga hidup saya bisa bermanfaat buat
banyak orang nantinya, atau mungkin saya 10 tahun kedepan menjadi salah satu
pemimpin daerah sehingga saya bisa membangun daerah tersebut menjadi lebih maju
dan sejahtera karena saya memang memiliki basic ilmu di bidang
pembangunan terutama di bagian sarana prasarana. Amin.
Berdasarkan pengalaman
saya, ketika saya bertemu dengan banyak orang dan jika ditanyakan oleh orang
bekerja atau kuliah dimana kang? (klo itu yang nanya orang sunda),
bekerja atau kuliah dimana mas? (klo orang jawa yang nanya) hehehee. Saya jawab, saya lulusan
Teknik Sipil dan bekerja di kontraktor. Dan tanggapan klasik yang selalu saya
dapatkan adalah "oh arsitek ya, yang tukang gambar gitu, wah duitnya
banyak dong, kok keren sih". Lalu saya tersenyum sambil ngedumel dihati
biasanya, "Kang kang, saya Teknik Sipil kang bukan arsitek, beda kali,
saya juga bukan tukang gambar karena saya juga gak jago-jago amat ngegambarnya,
dan apalagi duitnya banyak, iya duitnya banyak kalau korupsi sih banyak atau
kalau emang saya jadi ownernya perusahaan kontraktor tersebut,
kalau jujur ya alhamdulillah kategori cukup, kalau keren sih relatif
hahhahaa".
Dan ada satu lagi
pertanyaan, yang kadang membuat saya bikin greget dari dulu, terutama pas
ngelamar kerja atau interview kerja atau pas ketemu orang ngobrol semisal di
warung kopi. "Kang dulu kuliah di jurusan apa dan dimana?", lalu saya
jawab "saya kuliah di Teknik Sipil dan Lingkungan IPB kang/mas/mbak/teteh/bapak/ibu?hehehehe". dan tanggapannya ini loh yang juga bikin selalu greget, "Oh ITB ya mas kok
keren", "Lah IPB kok ada Teknik Sipil bukannya pertanian",
"Lah Teknik Sipil disana belajar konstruksi bangunan atau pertanian?"
dan bla bla bla lainnya. Lagi-lagi saya senyum terus ngedumel lagi dihati
hahaha, "IPB kang bukan ITB", "Lah ya ada dong, buktinya saya
lulusan Teknik Sipil IPB", "Ya belajar Teknik Sipil pada umumnya
hanya memang ada tambahan pelajaran Teknik Lingkungan, separo-separo karena
memang kan Teknik Sipil dan Lingkungan nama jurusannya, hehehe".
Saya dulu kuliah
masuk pertengahan tahun 2010 lulus di pertengahan 2014, dan singkat cerita
akhirnya saya memulai petualangan saya menjadi seorang Civil Engineer yang
terjun langsung di lapangan untuk pertama kalinya adalah ketika saya bertugas
di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, tepatnya di daerah perbatasan Kabupaten
Ende ke Kabupaten Nagekeo untuk Proyek Pembangunan Jalan Lintas Nasional
sepanjang 15,6 Km. Pembangunan jalan ini menggunakan APBN yang berupa dana
bantuan dari Australia (Australian Aid).
Pembangunan Jalan yang ada di Desa Nangaroro, Nagekeo |
Dan disini tempatnya tidak seperti
kota-kota di pulau jawa, yang dimana kalau di pulau jawa akses kemana-mana
masih mudah, sinyal serba ada, mau jajan dan makan apapun mudah asal punya
uang. Lokasi tempat saya bekerja itu 2-3 Jam dari pusat Kota Ende, yang dimana
akses menuju ke tempat ini cuman satu-satunya yaitu jalan darat menggunakan
kendaraan pribadi atau angkutan umum yang jumlahnya masih sangat terbatas,
dengan kondisi jalan yang belum sebagus didaerah-daerah di Pulau Jawa. Disini
juga pasarnya cuman ada 1 minggu sekali, yaitu hanya ada pada hari kamis jam
6.00 s/d 12.00, makanya disebut pasar kamis. Proses jual belinya pun terdapat
beberapa hal yang unik dan baru pertama kali saya temui seperti salah satunya
adalah ketika saya membeli cabai rawit/cabai kecil yang dimana takarannya bukan
dengan ukuran kg, tapi ukuran 1 gelas kecil seharga Rp 5000/gelas yang
kadang-kadang gelasnya juga bisa beraneka ragam bentuknya tergantung membeli
ditempat siapa hehehee. Lalu disini juga tepatnya di Desa Nangaroro, warung
makannya hanya ada satu waktu itu, dan malam-malam disini gak ada yang jual
nasi goreng, warteg, nasi padang atau lainnya hahaha, sehingga ya mau gak mau,
secara terpaksa atau secara kebutuhan masak sendiri, yang dimana emang
sebelumnya saya tidak pernah bisa masak sama sekali dan akhirnya juga saya bisa
masak meski rasanya ya kadang nano-nano hehehe.
Dokumentasi saat pekerjaan pengaspalan |
Disini, saya pertama
kali merasakan bagaimana belajar untuk membangun sebuah jalan, dari proses awal
pekerjaan tanah, pengaspalan hingga finishing pembuatan marka
jalan. Disini juga saya baru tahu semua proses dan rincian langkah demi
langkahnya dalam sebuah kontruksi jalan (yang materi-materi dan ceritanya akan dibahas di part selanjutnya) . Mungkin cukup dulu
untuk introduction-nya, untuk membaca article selanjutnya klik disini.
No comments:
Post a Comment